Ahli Puslabfor Agung : Tanda Tangan ditemukan non identik dengan aslinya

Kantorberit.co – JAKARTA. Sidang pemeriksaan perkara dugaan Pemalsuan surat tanda tangan pelapor Siti dengan terdakwa H.Aspas, menghadirkan Ahli dari Puslabfor Polri, di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (5/12).

Kehadiran Agung Kristiono, Ahli Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dalam hal ini untuk melengkapi dan bukti hasil pemeriksaan, sebagaimana tercatat di berkas pemeriksaan BAP, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Sulton, meminta Ahli agar memberi keterangan terkait dugaan pemalsuan surat.

Dihadapan Majelis Hakim pimpinan Deni Riswanto yang didampingi hakim anggota Lebanus Sinurat dan Maskur, Ahli memberikan keterangan tentang keahliannya dalam pemeriksaan tanda tangan seseorang yang dituangkan dalam suatu dokumen yang identik atau non identik. Selain itu Ahli memeriksa secara langsung bersama timnya dengan menggunakan alat Mikroskop Teros serta sejumlah penelitian lainnya seperti Identitas baik secara formal maupun non formal.

Dalam keterangan Ahli, setiap tanda tangan seseorang tidak mungkin selalu sama dan kadang ada perubahan. Penggantian tanda berubah saat masih sekolah( jenjang ), dipastikan ada perubahan tanda tangan seseorang. Perubahan tanda tangan tersebut disebabkan niat seseorang untuk merubah, mungkin karena kurang bagus atau keinginan lainnya.

Walaupun demikian tanda tangan seseorang itu berubah hingga tiga kali, namun kesamaan terhadap tanda tangan aslinya pasti tidak berubah. Suatu tanda tangan kebiasaan. dok muncul permanen- permanen akan muncul. Tanda tangan sudah ada tipis tebal dan tarikan nafas dan ada jejak pada tanda tangan yang semula. Seperti cara seseorang menandatangani cara menarik keatas atau ke samping serta kebawah, pasti dapat diketahui tanda tangan identik atau non identik.

Menurut Ahli Agung , selaku Ahli dari Puslabfor Polri, bertanggung jawab terhadap keabsahan hasil pemeriksaan dan penelitian tim terkait adanya tanda tangan identik atau non identik yang dibubuhkan ke dalam surat atau dokumen yang diduga palsu. Pihaknya bekerja memeriksa dokumen atas permintaan dari Penyidik Polri untuk keperluan kelengkapan dalam suatu berkas perkara. Permintaan pemeriksaan tersebut harus berdasarkan bukti bukti berbagai dokumen yang disita dan diserahkan oleh penyidik. Yang mana bukti bukti dokumen yang diperiksa tersebut harus berdasarkan prosedur.

“ Atas ketentuan untuk Lab Dokumen yang disita Penyidik Polres Jakarta Utara dan diajukan untuk diperiksa keabsahannya ke Puslabfor Polri, harus melakukan penetapan secara tertulis dan setelah itu dapat memeriksa keabsahan tanda tangan Siti’ terangnya.

” Setelah itu, kami juga meminta identitas secara formal dan non formal. Baik secara Pemerintahan maupun swasta untuk melihat Identitas KTP dan Bank, yang terterai tanda tangan tersebut untuk pembanding ,” tutur Ahli lebih terperinci.

Dalam berkas perkara yang ditangani Penyidik dokumen pembanding yang disita dan diserahkan ke tim Puslabfor berupa Kwitansi, Surat Kuasa, Surat Pernyataan bahkan Risalah penelitian dokumen termasuk dari BPN.

Pemeriksaan keabsahan tanda tangan Siti Hajar yang dituangkan dalam kwitansi, surat Kuasa dan Surat Pernyataan, pihak Puslabfor sesuai standar pemeriksaan min 5 dan plus 5. Artinya memeriksa dokumen lima tahun sebelum kejadian dan lima tahun setelah kejadian. Ternyata, sesuai hasil pemeriksaan Puslabfor Polri bahwa tanda tangan Siti Hajar yang dituangkan dalam Kwitansi, Surat Kuasa dan Surat Pernyataan ditemukan non identik dengan aslinya.

Ahli berpendapat, saat melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pemalsuan tanda tangan seseorang, pihak pemeriksa tidak mengenal pemilik tanda tangan yang sebenarnya dan siapa pelaku yang diduga melakukan pemalsuan tanda tangan. Tim pemeriksa hanya melihat berkas berkas yang diserahkan Penyidik dan hasilnya disimpulkan hanya identik dan non identik.

Setiap tanda tangan tidak akan bisa persis setiap menandatangani, namun tanda tangan pasti meninggalkan jejak awal yang menyerupai aslinya. Hal itu dapat ditemukan dalam 14 titik pemeriksaan terhadap tanda tangan. Tarikan nafas pertama untuk menandatangani pasti ada tarikan yang sama dan tidak sama dengan dokumen yang non identik.

“Jika seorang yang akan menandatangani yang identik pasti satu kali tarik nafas. Jika dua kali tarik nafas menandatangani dipastikan tanda tangan tersebut non identik, dan konstan,” terang Ahli.

Begitu juga pada sidang sebelumnya terkait dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut, persidangan juga telah memeriksa Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Dr Effendi Saragih SH MH. berpendapatnya bahwa dalam permohonan Sertifikat di kantor BPN, “siapa pemohon penerbitan Sertifikat Tanah dialah yang bertanggung jawab atas resiko hukumnya, terangnya.

Seperti halnya dalam dakwaan JPU, Ary Sulton terdakwa H.Aspas Bin Abdul Majid (83), diduga memalsukan tanda tangan ahli waris keluarganya sendiri, untuk pengurusan balik nama Sertifikat tanah berlokasi di Sunter Jaya, Jakarta Utara. Sertifikat tersebut masih atas nama ayahnya, namun tanpa sepengetahuan saudaranya terdakwa membalik nama Sertifikat menjadi atas nama Aspas dengan tuduhan menggunakan surat atau dokumen palsu di ajukan ke kantor BPN Jakarta Utara.

Adapun lokasi tersebut jterletak di Rt.008 Rw.011, Kelurahan Sunter Jaya Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara seluas 2.597 M2 sebagaimana Verponding Indonesia No.65/260 atas nama H.Madjid. Butet

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *