Aneh! Ikut Golkan Proyek Alkes Hanya Jadi Saksi Ungkap Keterlibatan Petinggi di Kemenhan RI

Kantorberita.co – Melakukan dugaan tindak Pidana Penipuan dan Penggelapn Terdakwa Aryo Sadono, ditengarai anak dari salah satu mantan petinggi TNI, yang ditugaskan di Kementerian Pertahanan Nasional (Kemenhan RI) diseret ke meja hijau oleh Jaksa Penuntut Umum, kehadapan Majelis Hakim yang dipimpin Sutaji, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rabu (14/6).

Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ibnu Su’ud dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI digantikan, Dyofa Yudhistira dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara, mengatakan , Aryo Sadono, terlibat dengan dugaan tindak Pidana Penipuan dan Penggelapan uang berkedok investasi bodong atau penanaman modal dalam hal pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) di lingkungan Kemhan, dijerat dengan Pasal 378 dan 372 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Terdakwa Aryo Sadono yang diduga bersekongkol dengan sejumlah pejabat Kementerian Pertahanan, bahkan nama wakil Menteri Pertahanan disebut sebut dalam persidangan, diduga ikut menikmati hasil kejahatan yang dilakukan terdakwa. Terdakwa Aryo Sadono dengan tipu muslihat atau nama palsu, mengelabui korban Erwin Setyadi hingga mengalami kerugian kurang lebih 6 miliar rupiah.

Terdakwa yang disebut sebut sebagai tim kerja PT.MMS bersama saksi Erni Ariani dan Bagus, seolah olah sebagai pengusaha yang bisa mendapatkan proyek pengadaan alat kesehatan Covid – 19 di Kementerian Pertahanan Nasional. Ternyata proyek yang dijanjikan terdakwa Aryo Sadono kepada korban Erwin Setyadi tidak terealisasi alias tidak ada proyek. Pada hal uang korban sudah habis 6 miliar lebih untuk biaya operasional mendapatkan proyek di Kemhan, namun hanyalah janji janji dan iming iming yang didapat korban.

Hal ini juga terungkap dari saksi yang hadir, Erni Ariani, Dosen non-PNS di Kementrian Pertahanan (Kemenhan) , di persidangan, Saksi Erni Ariani menerangkan bahwa di Kementerian Pertahanan ada Dit Potensi Pertahanan dan dibawahnya ada Dit Belanegara. Sementara, saksi Erni Ariani mengajar sebagai dosen di Dit Belanegara Kemenhan RI. Selain dosen saksi juga bertindak sebagai merkiting PT. MMS serta penghubung antara pengusaha swasta yang memohon proyek dengan orang dalam pejabat Kemhan RI.

Lebih lanjut saksi Erni di hadapan majelis hakim Sutaji, Jaksa Penuntut Umum Dyofa dan Penasehat Hukum terdakwa dari Kantor Hukum Smar Jhonathan Theodorus Saragi, Muhammad Adi Cahyaningtyas cs menyampaikan, “sudah menjadi kebiasaan di lingkungan kantor Kementerian Pertahanan, jika ingin mendapatkan proyek harus memberikan sejumlah uang buat pejabat yang berkompeten.

Saksi mengaku, dirinya memberikan uang sebanyak 1 miliar rupiah kepada Kolonel Fauzi, namun uang tersebut diserahkan Fauzi kembali ke saksi Erni Ariani, untuk diberikan kepada Wakil Kementerian Pertahanan dan diberikan melalui ajudannya Wamen tanpa ada saksi dan tanda terima penyerahan uang.

“Semuanya tidak ada tanda terima penyerahan uang ke pejabat Kemhan, kata saksi, hal itu sudah berlangsung lama dan saksi mengaku sudah lima kali penyerahan uang dilakukan melalui saksi Erni Ariani. Saya bekerja di Kemhan sejak 2014 dan sudah lima kali mengajukan untuk mendapatkan proyek Kemhan, semuanya memberikan sejumlah uang agar proses administrasi disetujui,” terang Erni Ariani.

Majelis Hakim juga mengajukan pertanyaan, pada saksi, apakah selama lima kali mengurus untuk mendapatkan proyek semuanya berhasil? saksi menjawab selama ini lancar lancar saja, ujarnya. Saksi mengakui ada tim mereka melakukan pengurusan proyek tersebut bernaung di PT.MMS.

Menurut saksi kepanjangan PT.MMS itu saksi tidak tahu, tapi saksi menyatakan kepanjangannya Masing Masing Sepakat, yang mana Direkturnya adalah Bagus, sementara saksi mengaku sebagai Marketing PT MMS.

Keterangan, saksi Erni juga mengatakan, mengenai biaya kemitraan sudah biasa terjadi. Dan dalam perkara ini, tim-nya memberikan uang sebesar Rp150 juta per-perusahaan kepada Kolonel Fauzi agar digolkan proyeknya.

Saat itu ia menemani terdakwa Aryo Sadono menyerahkan uang Rp150 juta untuk operasional dari Reza (Habib Reza) sebelum paparan presentasi produck. Reza dan Bagus Abadi, merupakan rekan satu tim dengan saksi.

“Ada kerja sama tim-nya dengan PT. GMB dan PT. Ernita Jaya untuk mendapatkan proyek di Kemenhan. Untuk mendaftar ada dana Rp150 juta per PT. Jadi total Rp300 juta. Dana itu untuk pembuatan sertifikat, operasional dan lain-lain,” jelas Erni.

Selanjutnya Saksi juga mengungkapkan bahwa uang tersebut berasal dari Erwin Setiadi sebelum presentasi product Alat Kesehatan (Alkes) di Kemenhan. Selain Rp300 juta tadi ada juga biaya entertain sebesar Rp500 juta dalam bentuk dolar.

“Oleh Aryo duit dolar itu diserahkan ke Reza yang nantinya digunakan untuk oprasionalBuitorium, tranportasi 20 undangan dan snack untuk paparan product yang mana undangan tersebut merupakan perwira menengah keatas dari Angkatan Darat, Laut dan Udara,” terangnys

Selain itu, lanjut Erni, ada juga uang pecahan dolar jika dirupiahkan senilai Rp1 miliar yang katanya untuk penanganan Covid-19. Uang tersebut diberikan ke Sekjend menggolkan bisnis Alat Kesehatan di Kemenhan.

Bermula kejadian dugaan Penipuan dan Penggelapan yang dilakukan terdakwa terhadap saksi korban Erwin Setyadi, pada sekitar pertengahan tahun 2020 di Hotel Mercure lt 8. Korban sebelumnya sudah mengenal orang tua terdakwa Aryo Sadono, yang merupakan petinggi TNI yang pernah bekerja di Kementerian Pertahanan RI. Sekitar 5 Februari 2020, terdakwa mengirimkan sejumlah document proyek seperti Alat Kesehatan ke korban Erwin. Pengadaan APD, Ventilator, PCR Statis, VCR mobile dan alat Kesehatan lainnya.

Selanjutnya terdakwa dan korban bertemu di Hotel Mercure. Terdakwa menyampaikan dirinya sedang mengerjakan sejumlah proyek diantaranya Alat Kesehatan di Kemhan, dengan nilai 20 miliar rupiah. Dalam setiap pertemuan terdakwa selalu ditemani Abdi (Sopir terdakwa), Watno, saksi Kevin dan teman teman kerjanya.

Terdakwa menawarkan proyek Alat Kesehatan seperti pengadaan APD dan Alkes lainnya. Lalu terdakwa disuruh terdakwa berinvestasi, namun proyek tidak ada.

Sementara di ruangan persidangan, para pengunjung yang mendengarkan kesaksian dosen tersebut, berbisik-bisik. ” kok bisanya, ikut serta dalam perencanaan itu tapi tindak jadi tersangka,?”, ujar pengunjung sidang. Memang aneh”. (Butet)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *