Berstatus Terdakwa Korupsi, Mendagri Diminta Segera Berhentikan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob

Kantorberita.co – JAKARTA. Plt Bupati Mimika Johannes Rettob sudah berstatus terdakwa tindak pidana korupsi di PN Papua, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian ditantang ketegasannya untuk segera menon-aktifkan Johannes Rettob dari jabatan Plt. Bupati Mimika. Hal tersebut diungkapkan tokoh masyarakat Amungme Yohanes Kemong dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi pada selasa 21 Maret 2023.

“Kami sebagai warga Kabupaten Mimika meminta ketegasan Bapak Mendagri Tito Karnavian untuk segera mencopot atau non aktifkan Johannes Rettob dari Jabatan Plt. Bupati Mimika. Kenapa harus dicopot jabatan Plt Bupati Mimika. Karena faktanya Johannes Rettob telah menjadi Terdakwa kasus tindak pidana korupsi pada pengadilan Tipikor Jayapura. Luar biasa seorang pejabat Kepala Daerah yang menjadi terdakwa korupsi masih bisa pimpin apel kepada ASN Pemda Mimika lalu menyampaikan narasi-narasi pembenaran dan menuding sana sini kayak anak kecil. Malah masih bisa pimpin rapat dengan pimpinan OPD untuk Penyerahan Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Tahun 2023 dan berikan atensi tentang perbaikan birokrasi pemerintahan Kabupaten Mimika dengan surati Kementerian ASN, BKN dan Menpan RB untuk roling pejabat eselon Pemda Mimika,” tuturnya.

Ia menjelaskan. Kita bisa lihat pejabat Kepala Daerah di Indonesia ketika telah ditetapkan sebagai tersangka maka langsung di tahan, apalagi status terdakwa korupsi tidak diberikan ruang untuk bebas berkeliaran, namun sangat kontradiktif dan Luar biasa terdakwa korupsi ini menjadi satu-satunya terdakwa korupsi di Indonesia yang diistimewakan bebas mengelola uang negara.

Yohanes Kemong melanjutkan, sejak Plt. Bupati Mimika Johannes Rettob ditetapkan sebagai Tersangka korupsi pengadaan helikopter oleh Kejati Papua tanggal 25 Januari 2023, diketahui Johannes Rettob tidak lagi melaksanakan tugas kepala daerah di Timika dan lebih memilih tinggal di Jakarta.

Setelah kalah dalam upaya hukum Praperadilan melawan Pemerintah Republik Indonesia Cq.Kejaksaan Agung RI dan cq.Kejati Papua. Johannes Rettob terdakwa korupsi mangkir 2 kali dalam persidangan Tipikor di Pengadilan Tipikor Jayapura.

“Padahal secara resmi telah dipanggil secara patut oleh JPU Kejati Papua. Dan pada hari Minggu tanggal 19 Maret 2023 diketahui Johannes Rettob dengan menumpang pesawat batik dari Jakarta tiba di Timika, kemudian tanpa merasa berdosa pimpin apel curhat dan tuding sana sini bilang bahwa dirinya dan pemerintahannya di kudeta.,” jelasnya.

Tokoh masyarakat Amungme ini juga menuding
Media-media online tertentu di Papua sudah tidak objektif dan tidak netral dalam pemberitaan karena sudah diatur sedemikian rupa untuk kepentingan Johannes Rettob.

“Bahkan melalui media online mereka menyerang secara personal dan tidak tanggung- tanggung institusi penegak hukum Kejari Mimika dan Kejati Papua pun dituduh dan disalahkan. Begitu juga menuding dan menyalahkan saksi-saksi. Apakah dengan saksi memberikan keterangan kepada penegak hukum itu artinya para saksi telah kudeta pemerintahan Johannes Rettob? Justru semestinya negara memberikan apresiasi kepada para saksi,” jelasnya.

Menurutnya Negara harus hadir untuk menegakan hukum kepada siapapun yang dengan sengaja secara langsung ataupun tidak langsung merintangi dan atau menghalang-halangi penyidikan atau penuntutan sesuai amanat UU Tipikor dan negara wajib hadir memberikan perlindungan kepada para saksi.

“Kami sebagai masyarakat Mimika jelas sangat tidak terima dengan keadaan ini. Kok bisa ya negara ini masih berikan kewenangan bagi terdakwa korupsi untuk atur dan kelola anggaran trilyunan rupiah dan pemerintahan di Kabupaten Mimika. Ini artinya negara sengaja membiarkan korupsi terus terjadi. Atau Mendagri sudah masuk angin? Segera copot jabatan Plt Bupati Mimika,” tegasnya.

Ia melanjutkan, kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Institusi Penegak hukum Kejati Papua dan Pengadilan Tipikor Papua untuk segera menangkap dan menahan terdakwa kasus korupsi Johannes Rettob untuk menjalani proses hukum dan peradilan.

“Kalau negara dalam hal ini Mendagri, JPU Kejati Papua dan hakim Pengadilan Tipikor masih berikan ruang bebas kepada Johannes Rettob terdakwa korupsi maka kami minta dengan tegas kepada Pemerintah Republik Indonesia supaya adil untuk segera keluarkan atau bebaskan seluruh kepala daerah yang berstatus tersangka ataupun terdakwa tanpa terkecuali untuk bertugas seperti biasa. Jangan hanya istimewakan koruptor non Papua.” tukasnya.

Tokoh masyarakat Amungme Yohanes Kemong juga mempertanyakan wibawa Mahkamah Agung terhadap proses Peradilan tindak pidana korupsi untuk terdakwa korupsi Johannes Rettob? Hakim Tipikor sepertinya mengabaikan hukum acara pidana yang mana seharusnya sudah ada Surat Penetapan Penahanan dari Hakim Tipikor kepada terdakwa Johannes Rettob dan Kakak iparnya Silvi Herawaty. Padahal JPU Kejati Papua telah meminta sebanyak dua kali kepada ketua majelis hakim Tipikor namun masih menjadi pertimbangan hakim. Ada apa ini dengan hakim Tipikor ?.

“Kenapa ada perbedaan pemberantasan korupsi terhadap pejabat orang asli Papua. Begitu luar biasanya perlakuan negara melalui penegak hukum terhadap pejabat orang asli Papua begitu ditetapkan sebagai tersangka langsung dikejar, ditangkap dan ditahan namun berbanding terbalik dengan pejabat Non Papua yang sudah terbukti korupsi namun dibiarkan bebas pimpin pemerintahan. Wibawa Pemerintah Republik Indonesia mau dikemanakan?,” sergahnya.

Ia membandingkan perlakuan tak sama justru dialami oleh orang asli Papua, semisal perlakuan terhadap gubernur Papua Lukas Enembe hanya 1 miliar rupiah tapi dibuat sangat gaduh dan negara begitu luar biasanya mengerahkan kekuatan untuk menangkap dan menahan Bapak Lukas Enembe meskipun dalam kondisi sakit parah. Hal yang sama juga untuk mantan gubernur Papua Barnabas Suebu, Bupati Mimika Eltinus Omaleng dan terakhir Ricky Ham Pagawak Bupati Mamberamo Tengah. Apakah karena mereka adalah pejabat Orang Asli Papua sehingga harus di diskriminasi oleh kepentingan tertentu dengan memakai kekuatan dan kekuasaan hukum? Rakyat Papua sudah menilai ketidakadilan di negeri ini.

Diberitakan sebelumnya, Seperti penjelasan dari kasie Penerangan hukum /kasiepenkum Kejati Papua Aguwani bahwa Konsorsium korupsi pengadaan helikopter sudah terbukti yang mana Johannes Rettob saat menjabat Kadis Perhubungan tahun 2015 tanpa melalui proses lelang menunjuk langsung keluarganya yang terdiri dari istri dan Kakak iparnya Silvi Herawati.
kemudian mengakusisi dan/atau melakukan Pemindahan Kepemilikan Perusahaan Pt. Asian One Air dengan harga 1,6 miliar rupiah, dimana Istri Johannes Rettob sebagai Direktur dan Kakak Iparnya Silvi Herawati sebagai komisaris Pt. Asian One Air. Dari situlah tabir korupsi terkuak yang mengakibatkan kerugian negara mencapai 69 miliar rupiah. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *