Kantorberita.co JAKARTA – Mantan salah satu Direktur PT Blue Bird Taksi mengajukan gugatan Peninjauan Kembali (PK) atas Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memvonis dengan sanksi berupa pembayaran denda sebesar 140 Miliar. Angka denda putusan MA tersebut menurut putusan MA terbagi : 40 Miliar adalah pengembalian Gaji selama Mintarsih menjabat sebagai Direktur di PT Blue Bird Taksi. Kemudian 100 Miliar adalah ganti rugi immaterial dengan pasal pencemaran nama baik.
Mintarsih tidak dapat menerima putusan MA yang dianggapnya menciderai rasa keadilan. Baik bagi dirinya. Anak keturunannya. Dan menurut Mintarsih putusan ini juga dapat menjadi Yurisprudensi kedepannya bagi seluruh pekerja rakyat Indonesia. Dimana pengusaha atau perusahaan bisa menuntut pengembalian gaji kepada karyawan selama masa kerja dia sebuah perusahaan.
“Sudah beberapa waktu kemarin saya mendaftarkan gugatan Peninjauan Kembali (PK) kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait Putusan MA tersebut. Dan secara tertulis permohonan PK saya diterima Pengadilan dan dijadwalkan bersidang pada hari ini. diruang 5 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun secara sepihak sidang diundur menjadi bulan depan. Pemberitahuannya pun sangat mendadak di hari persidangan dan hanya melalui pemberitahuan lisan oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,” cerita Mintarsih sedih didepan ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin 9 Desember 2024.
Atas peristiwa pengunduran sidang PK tersebut tentu saja membuat Mintarsih sangat kecewa. Karena bagaimanapun hal ini berhubungan langsung dengan masa depannya. Masa depan anak-anaknya dan cucu serta cicitnya dan keluarga besarnya dimasa mendatang. Rasa kekhawatiran pun muncul akan adanya dugaan permainan kotor dibelakang layar yang berupaya menjegal dan menggagalkan pengajuan PK yang sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut.
Persoalan bermula saat Mantan Direktur Blue Bird dan juga seorang publik figur dan dikenal sebagai psikiater Kondang yang biasa dirujuk menjadi solusi atas berbagai persoalan selebriti tanah Air, dr Mientarsih Abdul Latief, atas putusan Mahkamah Agung (MA) divonis membayar denda, mengembalikan gajinya selama menjabat sebagai Direktur PT BBT dan harus membayar ganti rugi dengan total nilai Rp.140 Miliar rupiah.
Ihwal bermula dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemudian putusan Pengadilan Tinggi dan Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa dr Mientarsih Abdul Latief, diharuskan membayar denda dan ganti rugi kepada PT Blue Bird Taksi dengan nilai total sebesar 140 miliar.
“Putusan ini dirasa sangat tidak adil dan mungkin baru terjadi pertama kali terjadi, Dimana gaji selama puluhan tahun bekerja harus dikembalikan dan harus membayar kerugian dengan alasan perusahaan PT Blue Bird Taksi tidak dipercaya oleh masyarakat terutama Bank nasional maupun internasional.” jelas Mientarsih.
Menurut Pengusaha Taksi dan psikolog ternama ini. PT Blue Bird Taksi berdiri pada tahun 1971. Pendiri di PT Blue Bird Taksi berjatuhan. Kali ini giliran Mintarsih, yang sahamnya telah diambil secara diam-diam,” ujarnya.
Pada tahun 2013 salah seorang direktur, bernama Purnomo yang juga merupakan adik kandung dari Mintarsih menggugat Mintarsih, yang pada saat gugatan, keduanya adalah sama-sama sebagai pendiri, pemegang saham dan direktur PT Blue Bird Taksi Pada saat gugatan tersebut surat Kemkumham No. AHU.2-AH.01.000-9934, menyatakan bahwa PT BBT tidak terdaftar di Kemkumham.
“PT Blue Bird Taksi juga belum disesuaikan dengan Undang-undang perseroan Terbatas no. 1 tahun 1995 dan no. 40 tahun 2007. Maka gugatan PT BBT seharusnya tidak dapat diterima di Pengadilan,” tukasnya.
Selain itu Mientarsih menambahkan, sang adik juga tidak berhak mewakili Perseroan karena mempunyai benturan kepentingan, karena memiliki saham di PT Blue Bird Taksi maupun di PT Blue Bird.
Pada tahun 2000, gaji mulai dibayarkan, meskipun gaji sebagai Direktur dari tahun 1971 sampai dengan 1999 belum dibayar. Tidak pernah terbayang sedikitpun dalam benak Mintarsih bahwa pembayaran gaji ini kelak menjadi malapetaka yang harus dihadapi di usia lanjut dan juga menjadi beban putra putrinya.
Dividen dari tahun 1971 sampai saat ini belum juga dibayarkan.
“Setelah puluhan tahun bekerja, sekretaris pribadi Purnomo membuat kesaksian di pengadilan bahwa Mintarsih kurang berprestasi. Sementara Tiga saksi lainnya yang juga anak buah yang masih aktif bekerja dibawah Purnomo tidak satupun memberikan kesaksian bahwa Mintarsih kurang berprestasi,” bebernya.
Dalam persidangan, Pihak Mintarsih sendiri telah menghadirkan 5 saksi mantan karyawan PT Blue Bird Taksi yang semuanya menyatakan bahwa Mintarsih rajin bekerja, dan membuat semua desain-desain program komputer untuk kebutuhan sistematisasi di perseroan. Sehingga secara hukum, terbukti bahwa Mintarsih berprestasi.
Mientarsih menyayangkan, Undang-undang yang menyatakan adanya hak bagi direksi untuk diberi gaji, nyatanya diabaikan oleh Pengadilan. Bahwa semua gaji Mintarsih selama puluhan tahun bekerja harus dikembalikan. Inilah yang dinilai sebagai kepincangan terhadap keadilan.
Disaat Mintarsih sudah menjadi lansia, pada tahun 2024, malah harus dibebani dengan perkara pengembalian gaji, dan kerugian immateriil.
“Masih belum cukup perkara gaji harus dikembalikan, ada lagi tuntutan sebesar 100 miliar, dengan alasan, kerugian berupa nama baik, kehormatan, dedikasi serta prestasi. Nama dan kualitas menjadi rusak dan tercemar terutama tercemar dihadapan perbankan nasional dan international. Semua putusan itu dilakukan tanpa bukti yang kuat,” sanggahnya.
Bagi Mintarsih, rasa pedih bahwa karier pribadinya harus hancur demi saudara-saudara kandungnya yang keduanya pria, dirasakan bagai air susu dibalas air tuba. Semua gaji yang dijanjikan tidak dibayarkan malah gaji yang telah dibayarkan diminta kembali, padahal dugaan penggelapan saham yang sedang diproses di Mabes Polri belum juga selesai.
“Mekanisme apa yang membuat semua hakim yang memeriksa gugatan ini terkesan tertidur. Akhirnya pada tahun 2024 ini, keponakan-keponakan, yaitu putra dari Chandra yaitu Bayu Priawan dan Adrianto Djokosoetono meminta Pengadilan untuk mengeksekusi 140 miliar,” tukasnya emosi. (Red)