Kompaskopel Tanggapi Kebijakan ODOL Oleh Kordinator Kementrian Bidang Infrastruktur

Kantorberita.co JAKARTA. Ratusan truk terlihat berkonvoi dan berjalan pelan. Tujuan mereka menuju kantor Kementerian Koordinator Infrastruktur di jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat. Ratusan sopir truk itu berasal dari sejumlah wilayah di Indonesia, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Pulau Sumatera dan Kalimantan Selatan.

Mereka meminta kejelasan aturan nol kelebihan muatan dan dimensi atau Zero Overdimension Overload (ODOL) ke pemerintah.

Prihatin dan turut berempati atas aksi yang dilakukakan para supir truck di halaman kementrian perhubungan, ketua umum komite masyarakat pengawas kota pelabuhan (KOMPASKOPEL), Anung MHD menilai perlu adanya komunikasi langsung antara pemerintah dengan pelaku usaha dan masyarakat lainnya para pengguna jalan.

“Pasalnya para supir khawatir kebijakan yang diambil pemerintah akan merugikan para pelaku usaha logistik terutama soal UU no 22 tahun 2009 pasal 277 soal sangsi uji kelayakan kendaraan, Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00. , hal ini yang membuat para pelaku usaha logistik panik,” tegas Anung MHD ketua umum kompaskopel. (03/07/25) di Jakarta.

Pemerintah seyogyanya mengkaji terlebih dahulu dan turut mensosialisasikan secara konprehensif dan terbuka soal batasan-batasan kelas jalan, dan batas Muatan Sumbu terberat karena hal ini penting bagi pemahaman bersama baik bagi masyarakat, pelaku usaha ataupun aparat penegak hukum.

“Kita mesti komitmen soal aturan yg jelas, jangan para supir yg hanya dijadikan obyek yg akan timbul terkesan kriminalisasi,” tandasnya.

Anung menekankan, Alur produksi logistik dari hulu ke hilir juga perlu di kaji ulang. Bagaimana sarana dan prasaran dan tentunya juga sistem jalan yg harusnya di utamakan, karena bicara logistik adalah bicara ekonomi jangan sebarangan ambil kebijakan.

“Kami pemerhati soal kemaceran dan kecelakaan sudah sejak lama di wilayah Jakarta Utara khususnya Cilincing, Koja dan Tanjung Priok, setiap harinya korban meninggal 1 hari 1 orang akibat kapasitas volume kendaraan logistik dan ruas jalan yang sangat minim. Jalanan jadi macet, masyarakat jadi stress sumbu pendek dan mudah emosi,” urai Anung miris.

Anung menduga persoalan ini menjadi pemicu permasalahan yang berlarut-larut dan tidak kunjung selesai, karena tidak pernah ada perhatian dari Pemerintah pusat.

“Seharusnya pemerintah pusat ikut serta dalam penataan lalu lintas dijalur-jalur yang dilalui Truck Odol dan kontainer ini. Karena jika Pemerintah Pusat turun tangan, bisa langsung memutuskan dan mengeksekusi solusi seperti musti ada pelebaran jalan atau mungkin dibuatkan jalur khusus kendaraan logistik dari dan menuju pelabuhan, jangan jadi satu dengan jalan yang dilalui masyarakat. Karena pasti akan menimbulkan musibah dan petaka,” sungutnya.

Anung juga meminta agar sistem dwelling time juga harus di antisipasi diluar pelabuhan, harus ada terminal terpadu terintegrasi digital antara pelabuhan, dishub dan para pelaku logistik yang mengatur sebelum para truck logistik masuk ke dalam pelabuhan untuk bongkar muat.

“Resiko macet berkurang dan terminal juga dapat menjadi sentral monitoring untuk melakukan dan menetapkan kebijakan kebijakan yg tepat secara berkelanjutan,” jelasnya.

Anung berharap kebijakan apapun yang akan diambil dan diberlakukan oleh pemerintah kedepan dapat diterima oleh semua pihak agar negara kita ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. “Saya mendukung dan tetap monitor apa yang terjadi karena ini juga bagian dari proses kita bersama dalam membangun bangsa yang bisa memanusiakan manusia, sebuah bangsa yang bisa adil dan beradab,” pungkasnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *