Kantorberita.net – JAKARTA. Duka cita yang mendalam datang bertubi-tubi menerpa Mahkama Agung (MA) dan jajarannya selama kurun waktu 7 hari terakhir, terkonfirmasi 7 hakim dikabarkan meninggal dunia akibat terinfeksi virus Corona Covid-19. Ke-7 Hakim tersebut berasal beberapa hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandung, Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya, Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi (PT ) Semarang dan Ketua Pengadilan Negeri (PN)Kaimana.
Sehubungan dengan meningkatnya penyebaran Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir, Ketua Mahkamah Agung RI Prof. Dr. H. M. Syarifuddin telah menyampaikan himbauan pada para Pimpinan Satuan Kerja di seluruh Indonesia, untuk tetap berpedoman pada Ketentuan SEMA No.1 Tahun 2020 sampai dengan SEMA No.9 Tahun 2020, tentang Pengaturan Jam Kerja Dalam Tatanan Normal Baru pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya, untuk wilayah Jabodetabek dan wilayah dengan Status Zona Merah Covid-19
Syarifuddin juga mengeluarkan SEMA No 2 tahun 2021 yang mengisyaratkan hakim agung, hakim tinggi dan hakim peradilan tingkat pertama bekerja dari rumah (WFH). Dengan WFH diharapkan pendekar-pendekar keadilan atau penegak hukum dapat dijauhkan dari penularan Covid-19.
Sementara itu salah seorang pengurus PP IKAHI, DJuyamto, mengatakan bahwa selain meninggal dunia terdapat juga beberapa hakim yang telah terpapar Covid dan saat ini sedang melakukan isolasi mandiri maupun perawatan medis di rumah sakit.
“Peningkatan warga peradilan serta hakim yang terpapar Covid 19 mengalami kenaikan yang signifikan dalam dua pekan terakhir. Di Mahkamah Agung sendiri terdapat lebih dari seratus orang termasuk hakim agung maupun warga peradilan lainnya telah melakukan isolasi mandiri akibat terserang Covid 19,” terang DJuyamto.
DJuyamto yang juga Humas PN Jakarta Utara menambahkan SEMA yang berlaku saat ini membuat WFH tidak bisa diterapkan secara mutlak di pengadilan terkait dengan tugas memeriksa dan mengadili perkara pidana yang terkait dengan masa penahanan yang akan habis. “Hemat saya MA perlu mengeluarkan juklak dan juknis lebih rinci tentang sidang WFH dengan mengacu pada SEMA tentang pedoman sidang pidana secara online,” tuturnya.
Dalam SEMA-SEMA terkait sidang daring tidak diatur pula apakah hakim dapat bersidang dari rumah. Kendala lain untuk sidang virtual, termasuk dari kantor/gedung pengadilan khususnya tingkat pertama, perangkat yang ada belumlah mendukung. Di samping masih sangat minim, perangkat sidang virtual itu di lapangan tidaklah sehebat yang dikira sebelumnya.
Seperti halnya sidang di PN Jakarta Utara, belum ada layar monitor yang bisa depan belakang. Yang ada hanya ke depan, sehingga pengunjung sidang tidak bisa mengikuti persidangan.
Apalagi jika bersidang banyak gangguan-gangguan tehnis, seperti signal terkadang putus secara tiba-tiba, membuat hakim dan jaksa cenderung menggunakan telepon genggam untuk sidang online/virtual.
“ini masih sangat terbatas. Kalau mengalami gangguan sinyal entah itu di lapas, di tahanan Kepolisian atau di pengadilan sendiri, maka jadilah persidangan dengan sinyal terputus-putus dan suara tidak terdengar dengan jelas ,” tutur salah satu hakim di PN Jakarta Utara, baru- baru ini. Butet