Mendagri: Pilwabup Bekasi Inkonstitusional, Praktisi Hukum: Kok Dilantik

Bekasi- Permasalahan politik dalam memperoleh kursi jabatan nomor 1 di Kabupaten Bekasi semakin memanas.

Dalam surat keputusan Menteri Dalam Negeri  nomor 132.32-4881 tahun 2021 tentang Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022. Gubernur telah melantik wakil Bupati terpilih, Akhmad Marjuki di Gedung Sate Bandung, Rabu (27/10) kemarin.

Adrianus Agal S,H selalu praktisi hukum menilai, bahwa pelantikan yang dilakukan oleh Gubernur Jawa Barat yaitu Ridwan Kamil telah melanggar Undang-Undang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, Kabupaten, dan Kota.

Seperti diketahui, DPRD menggelar pemilihan wakil bupati sisa masa jabatan 2017-2022 pada 18 Maret 2020 silam. “Namun, dalam prosesnya justru hanya menghasilkan cacat hukum,” ungkap Adrianus.

Bahkan, lanjut ia, Mendagri sendiri menyatakan sebelumnya bahwa proses pemilihan Pilwabup Bekasi cacat secara prosedur karena tidak sesuai ketentuan atau inkonstitusional sehingga Kemendagri memutuskan hasil pemilihan tersebut tidak sah.

Hal itu mengingat masa jabatan yang akan diemban sudah tidak memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Nanti kami kaji lagi apakah ada celah hukum yang memungkinkan. Seharusnya 18 bulan sebelum akhir masa jabatan tidak bisa diganti lagi karena kami juga ingin ada pimpinan yang kuat dan legitimed,” ucap Tito, seperti dilansir eljabar.

“Bahwa atas surat dari Mendagri tersebut diatas, akan kami ajukan ke PTUN untuk meminta pembatalan karena cacat hukum dan kami juga akan melaporkan ke KPK karena ada dugaan yang bersifat melawan hukum,” tegasnya.

Selain itu, banyaknya masyarakat yang menolak apabila Akhmad Marzuki dilantik. Salah satunya datang dari Gerakan Muda Bawah Indonesia (GMBI) Kabupaten Bekasi, yang mengancam apabila pelantikan tetap dilanjutkan maka GMBI akan menggelar aksi besar-besaran.

Adrianus sendiri merasa prihatin atas keputusan Kemendagri yang seharusnya dapat memberikan contoh yang baik dalam berdemokrasi namun kenyataannya justru menabrak aturannya sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *