Kantorberita.co- MALUKU. Rencana pembangunan Sentral Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) yang akan dibangun di atas tanah hak ulayat 7 mata rumah negeri Toinaman dinilai bermasalah. Hal tersebut diungkapkan kuasa Hukum 7 mata rumah Toinaman yakni Dr. Hanafi Tanawijaya, SH., M.Hum dan Dr. Agustinus Tutupahar, SH.,MH dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi selasa (4/4/2023).
Berikut isi dari press realease yang diterima redaksi. Dari kuasa Hukum 7 mata rumah Toinaman yakni Dr. Hanafi Tanawijaya, SH., M.Hum dan Dr. Agustinus Tutupahar, SH.,MH.
Pada hari Senin,3/4/2023 Pemda Maluku Barat Daya dengan mengerahkan bantuan keamanan dari Polres MBD dan Kodim 1511/Pulau Moa tetap memaksa untuk melakukan pengukuran di lokasi pantai Tiakur dengan alasan kontraktor dari Jepang yang mengerjakan proyek pembangunan tersebut sudah harus kembali ke Jakarta.
Aparat Polres MBD ditengarai bertindak arogan terhadap warga Toinaman terutama kepada Ibu-ibu warga Toinaman. Atas kejadian itu kuasa Hukum 7 mata rumah Toinaman yakni Dr. Hanafi Tanawijaya, SH., M.Hum dan Dr. Agustinus Tutupahar, SH.,MH melalui video call telah memberi pendapat hukum sekaligus mengingatkan Kades Wakarlely untuk tidak memaksa pengukuran lokasi SKPT karena ada pelanggaran hukum yang dilakukan pihak Pemda MBD.
Bahkan kuasa hukum menyarankan Kades Wakarlely untuk melaporkan kepada Bupati MBD agar menginisiasi pertemuan bersama perwakilan tujuh mata rumah guna mendapat kesepakatan bersama terkait pemenuhan hak ganti rugi sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan tanah untuk fasilitas umum.
Ironisnya dalam pertemuan hari Selasa, 4/4/2023 di kantor Bupati MBD. Wakil Bupati MBD, Pejabat Sekda MBD, Wakapolres MBD serta perwakilan tujuh mata rumah negeri Toinaman tidak menemukan kesepakatan.
Pihak Pemda MBD hanya menyiapkan Berita Acara tentang kesepakatan para pihak untuk mendukung pelaksanaan pengukuran lokasi SKPT pada hari Rabu 5/4/2023, namun pihak tujuh mata rumah tidak bersedia menandatangi berita acara dimaksud karena pemda MBD tidak mengindahkan hak-hak tujuh mata rumah tentang nilai ganti rugi yang harus dibayarkan Pemda MBD. Pihak Pemda MBD benar-benar mengesampingkan hak-hak dasar pemilik hak ulayat Panti Tiakur yakni 7 mata rumah negeri Toinaman.
Pemda MBD berkelit bahwa lokasi tanah pantai Tiakur sudah diserahkan oleh Kades Wakarleli Marnex Tanodi beserta sertipikat kepada Pemda MBD pasca pembayaran ganti rugi dari Pemda MBD sebesar 500 juta rupiah yang dibagi dua oleh Kades Wakarleli kepada Herodes Repiltaman warga wakarleli dan pihak tujuh mata rumah Toinaman masing-masing Rp 243.450.000 (dua ratus empat puluh tiga juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) dipotong pajak.
Sebelumnya pada hari ini Senin tanggal 13 Maret 2023 bertempat di Kantor Bupati Maluku Barat Daya, perwakilan masyarakat adat 7 mata rumah negeri Toinaman berniat mengembalikan uang sebesar Rp 243.450.000,-(dua ratus empat puluh tiga juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) kepada Pemda Maluku Barat Daya sebagai bentuk kebingungan pewaris tanah adat terhadap Pemda Maluku Barat Daya mengenai apa yang menjadi dasar penetapan nilai uang tersebut, apakah itu sebagai pelepasan hak atau uang apa?
Dan jika hal itu disebut sebagai uang ganti rugi apakah hal tersebut telah sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum.
Selain itu, jika uang dimaksud disebut sebagai uang ganti rugi, maka pertanyaan kami selanjutnya adalah, kapan ada kesepakatan soal nilai ganti rugi maupun kesediaan mengenai kesepakatan soal kesedian dari kami utk melepaskan hak ulayat tersebut kepada Pemda Maluku Barat Daya.
Pemda Maluku Barat daya telah melakukan penyalahgunaan kewenangan karena secara nyata-nyata telah melanggar UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, dengan melakukan pemufakatan jahat bersama pihak lain yang bukan pemilik hak ulayat dengan cara menyerahkan uang ganti rugi sebesar Rp 500.000.000.- ( Lima ratus juta rupiah) kepada Sdr. Herodes Repiltaman warga desa Wakarlely yang bukan pemilik hak ulayat Toinaman dan/atau bukan bagian dari 7 mata rumah negeri Toinaman.
telah terjadi Pemufakatan Jahat yang dilakukan oleh Pemda Maluku Barat Daya dalam hal ini Sekda Nonaktif Alfons Siamiloy bersama Kepala Desa Wakarlely Marnex Tanody serta Herodes Repiltaman terkait penyerahan uang ganti rugi pantai Tiakur sebesar Rp 500.000.000.-( lima ratus juta rupiah) di Kantor Bupati Maluku Barat Daya.
Kades Wakarlely Marnex Tanody secara sepihak dan bermufakat jahat dengan Herodes Repiltaman secara bersama- sama mengatur pembagian uang ganti rugi di Balai Desa Wakarlely. Dalam hal ini Kades Wakarlely Marnex Tanody mengatur pembagian uang dan menyerahkan langsung uang sebesar Rp 243.450.000 (dua ratus empat puluh tiga juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) kepada Sdr Herodes Repiltaman, kemudian Kades Wakarlely Marnex Tanody memerintahkan staf Desa Wakarlely an. Oktofianus Tutupahar dan Edison Tanpaty untuk menyerahkan Rp 243.450.000 (dua ratus empat puluh tiga juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) kepada 7 mata rumah negeri Toinaman.
Bahwa pemberian uang sebesar tersebut sebagaimana dimaksud, maka klien kami 7 mata rumah negeri Toinaman menolak dan keberatan karena tidak sesuai dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Penilaian Ganti Kerugian
Pasal 31
(1) Lembaga Pertanahan menetapkan Penilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Lembaga Pertanahan mengumumkan Penilai yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk melaksanakan penilaian Objek Pengadaan Tanah.
Pasal 32
(1) Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan.
(2) Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bahwa 7 mata rumah negeri Toinaman sangat berkeberatan dengan uang yang diberikan oleh Pemda Maluku Barat Daya melalui Kades Wakarlely, selanjutnya uang sejumlah Rp 243.450.000.- (dua ratus empat puluh tiga juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) diamankan atau disimpan di Bank BRI Tiakur dengan tujuan akan dikembalikan kepada Pemda Maluku Barat Daya karena dikuatirkan akan menjadi persoalan hukum Tindak Pidana korupsi kedepan.
jika akan dilakukan pembangunan Sentral Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di Pantai Tiakur seharusnya pemerintah Maluku Barat Daya atau dinas terkait harus meminta izin, melalui musyawarah dengan pihak pemilik hak ulayat yakni 7 mata rumah negeri Toinaman.
Bahwa atas dasar ketentuan UU Nomor 2 Tahun 2012, maka kami selaku kuasa hukum dari 7 mata rumah negeri Toinaman menyatakan klien kami menolak untuk menerima uang sebesar 243.450.000.-(dua ratus empat puluh tiga juta empat rarus lima puluh ribu rupiah) yang menurut perhitungan kami adalah tidak memiliki dasar.
Kuasa Hukum 7 mata rumah Toinaman yakni Dr. Hanafi Tanawijaya, SH., M.Hum dan Dr. Agustinus Tutupahar, SH.,MH.