Kantorberita.co – Sidang kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah atas nama terdakwa H Aspas bin H Abdul Majid (83), yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dengan menghadirkan saksi pelapor Siti Hazar dan saksi Yusuf, adik terdakwa, Selasa (17/10).
Agenda pemeriksaan saksi saksi dipimpin majelis Hakim Deni Riswanto, didampingi hakim anggota Sutaji dan Lebanus S, dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Sulton SH, serta dihadiri penasehat hukum terdakwa H.Aspas.
Saksi korban Siti Hajar (pelapor) dan M.Yusuf. di dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ari Sulton SH, bahwa kedua saksi merupakan saksi utama dalam berkas perkara dugaan pemalsuan tanda tangan yang dituangkan di dalam surat keterangan atau surat pernyataan atas pembuatan sertifikat H.Aspas.
Menurut keterangan saksi dipersidangan, saksi tidak pernah memberikan kuasa atau tanda tangan kepada H.Aspas dalam pengurusan apapun selaku ahli waris dari HAbdul Majid. Saksi mengetahui saat penerbitan Sertifikat tanah warisannya terletak di Kelurahan Sunter, Kecamatan Tanjung Priok Kota Administrasi Jakarta Utara, sudah berpindah tangan.
lSaksi menerangkan, bahwa berdasarkan fatwa waris dari Pengadilan Agama Jakarta Utara tahun 1984, dalam isi suratnya tanah H.Abdul Majid diwariskan kepada anak-anaknya, yang berjumlah 10 orang .
Dalam pengalihan dan tanda tangan yang tertera surat pernyataan dan kwitansi pada tahun 1993 dan itu bukan tanda tangan saksi. ‘ Itu bukan tanda tangan saya pak hakim, terlalu halus dan terlalu bagus ”, jelas Siti Hajar.
Tanda tangan dalam risalah data yuridis itu bukan tanda tangan saksi. Sementara saksi tidak pernah mengalihkan hak dengan cara apapun namun, diketahui pada tahun 2022 Sertifikat sudah atas nama Aspas tahun 2018. Dalam risalah tanah bahwa pengajuan pembuatan sertifikat dilakukan H.Aspas terhadap tanah seluas 2.597 M2, menjadi atas nama H.Aspas.
Selanjutnya Saksi Siti Hajar menerangkan tanah tersebut merupakan pembagian waris dari fatwa waris yang saat itu dalam penguasaan dan pengawasan kakak tertua yaitu terdakwa H.Aspas. Saksi pernah melaporkan di Polda Metro Jaya tapi di SP3. Bahkan sudah 2 kali menggugat, dan ada pernyataan sudah damai serta saksi pernah dipanggil ke Mabes Polri. Saksi sudah menerima haknya kecuali yang di Jakarta belum pernah di bagi.
Saksi mengaku tidak pernah tanda tangan untuk pembagian waris, namun sudah atas nama terdakwa dari Yusuf adiknya yang mengecek ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Administrasi Jakarta Utara . Terkait pemalsuan, saksi tidak tahu siapa yang memalsukan tanda tangannya, tapi belakangan saksi tahu bahwa surat keterangan atau pernyataan dan kwitansi tersebut digunakan untuk membuat sertifikat dari A.Majid menjadi H Aspas.
Sementara saksi M.Yusuf juga termasuk ahli waris dalam objek perkara tersebut menyampaikan, dirinya mengetahui adanya pemalsuan tanda tangannya sekitar tahun 2022. Tanah warisan yang di Sunter tau-tau sudah jadi Serifikat atas nama H.Aspas.
Saksi menyampaikan, terdakwa merupakan kakak kandung saksi beda ibu. Saksi mengetahui terdakwa menggunakan surat yang diduga palsu. Tanda tangan Siti Hajar dipalsukan dibuat di dalam kwitansi dan surat pernyataan.
Majelis Hakim Sutaji, mempertanyakan kepada saksi, apakah surat yang dipalsukan tersebut telah digunakan terdakwa dan untuk apa, Apakah saudara dirugikan?
Saksi menjawab tidak mengetahui siapa yang memalsukan, tanda tangan tersebut didalam Surat pernyataan yang telah digunakan H.Aspas untuk membuat sertifikat HGB. Atas penerbitan Sertifikat tersebut saksi merasa dirugikan, jelas saksi pada majelis hakim
Sementara Terdakwa H.Aspas , menanggapi keterangan kedua saksi, membantah keterangan tersebut, Saat ditanya majelis hakim apakah keterangan kedua saksi benar atau tidak. Mungkin dikarenakan usia yang tua dan pendengaran sudah berkurang, terdakwa lama menjawab tidak, dengan dibantu penasehat hukum H.Bukhari, memperjelas jawaban terdakwa atas keterangan kedua saksi tersebut tidak benar.
Dakwaan Sebelumnya JPU, H.Aspas didakwa tmenggunakan surat yang isinya tidak benar atau yang palsu seolah-olah benar sesuai dengan aslinya untuk mengurus penerbitan Sertifikat tanah di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Utara, sekitar tahun 2018. Atas dugaan perbuatannya terdakwa dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan dan Pasal 266 KUHP tentang menggunakan surat palsu.
Penetapan ahli waris H.Abdul Majid, sekitar 24 September 1984 diberikan kepada 10 orang yaitu:
ahli waris , H. Muhammad , H. Aspas , Hj Maisaroh , Siti Hajar, M. Yusuf , M. Yakub , Siti Aisah, Siti Hadidjah , Musa dan Dariyah Al Idjah sebagaimana ketetapan/fatwa ahli waris almarhum H. Abdul Madjid bin Musa Nomor: 98/ C /1984 tanggal. 24 September 1984 berupa bidang tanah yang terletak di Rt. 008 Rw. 011 Kel. Sunter Jaya Kec. Tanjung Priok Jakarta Utara seluas 2.597 M2 sebagaimana Verponding–Indonesia No. 65 / 260 an. H. MADJID.
Dijelaskannya, H. Abdul Majid menikah pertama kali dengan Hj. FATIMAH mempunyai 4 orang anak yaitu H. Muhamad , H. Aspas, Hj. Maisaroh, Hj. Muhini. Kemudian H. Abdul Majid menikah kedua kali dengan Dariyah Al Idjah pada tahun 1968 mempunyai 6 orang anak yaitu, Siti Hajar, M. Yusuf , M. Yakub, Siti Aisah, Siti Hadidjah, dan Musa.
Tahun 1980 “H. Abdul Majid meninggal dunia, selanjutnya pada 24 September 1984, ditetapkan ahli waris alm H. Abdul Majid sebagaimana ketetapan/fatwa ahli waris almarhum H. Abdul Majid bin Musa Nomor: 98/C/1984 tanggal 24 September 1984 yang diterbitkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Utara.
Kemudian pada tahun 1984 saat Hj. Siti Hajar berusia 13 tahun saat berada disekolah pernah didatangi oleh terdakwa H. Aspas untuk menandatangani akta, namun karena saat itu Hj. Siti Hajar masih dibawah umur dan belum cakap secara hukum maka saksi Siti Hajar tidak membaca ataupun memahami isi akta yang ditandatanganinya.
Ahli waris dari pernikahan kedua H. Abdul Majid dahulu tinggal di bidang tanah harta warisan H. Abdul Majid yang terletak di Sunter Jaya. Namun pada tahun 1984 H. Aspas menyampaikan kepada ahli waris pernikahan kedua bahwa ada bidang tanah harta warisan H. Abdul Majid di Bekasi. Sehingga diminta untuk menempati bidang tanah harta warisan tersebut dengan alasan agar tidak diambil orang dan sekaligus mengawasinya, yang pada akhirnya ahli waris dari pernikahan kedua H. Abdul Majid pindah ke Bekasi. (Butet)