Kantorberita.co – JAKARTA. Perkara kasus kekerasan berujung tewasnya taruna tingkat satu di Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Putu Satria Ananta (19), yang dilakukan Terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Bin Alm.Surya Admaja, mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN), Jakarta Utara, Senin (14/10) .
Dihadapan Majelis Hakim pimpinan Ibrahim Palino, didampingi hakim anggota Edi Junaedi dan Yamto Susena, Terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Bin Alm.Surya Admaja, diadili dan didakwa Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), Fajar dan Melda Siagian, yaitu melakukan tindakan kekerasan berat hingga terbunuhnya korban Putu Satria Ananta didalam toilet kampus STIP.
JPU menguraikan aksi dugaan penganiayaan terhadap korban Putu dilakukan di kamar kecil
Oleh Terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Atmaja yang telah melakukan pemukulan dengan tangan kanan ke arah dada mengenai ulu hati Korban Putu Satria Ananta Rustika sebanyak 5 (lima) kali
akibatnya korban tergeletak dan tidak sadarkan diri. Kemudian Korban dibawa ke klinik STIP Jakarta, dan dinyatakan Korban sudah tidak bernyawa lagi oleh Saksi dr.Joyce selaku Dokter Klinik STIP. Lalu Korban dibawa Pihak STIP Jakarta ke Rumah Sakit Tarumajaya Bekasi Jawa Barat untuk dipastikan kondisinya.
Berdasarkan saksi Akbar, Saksi Muhammad Ramadhan Saksi Erlangga Citro Kusumo als Angga dan Saksi Delon Adhi Prasetyo sedangkan Saksi Farhan berinisiatif sendiri berdiri di depan Toilet untuk menjadi postpit sehingga Saksi Farhan bermaksud dapat menginformasikan segera kepada Terdakwa sebelum atau pada saat Terdakwa memberikan tindakan kepada Korban jika ada Dosen atau Pengasuh Taruna lewat sekitar Toilet KALK Lantai II Gedung Pendidikan.
Setelah Korban dan para Saksi Taruna Tingkat I berada dalam Toilet KALK Lantai II Gedung Pendidikan sambil berdiri berjajar membelakangi tembok menghadap westafel, Kemudian Saksi Wilyam yang sudah berada di dalam Toilet lebih dulu untuk merokok mengatakan kepada Korban dan para Saksi Taruna Tingkat I, “Woi ngapain kalian disini” dan Korban menjawab, “Kami ke kelas nior menggunakan baju PDO”, kemudian Saksi Wilyam mengatakan, “Jangan Malu-maluin, CBDM kasih paham”, yang maksud dari perkataan tersebut adalah Korban dan para Saksi Taruna Tingkat I merupakan Calon Bas dan Mayoret singkatan dari CBDM, seharusnya jangan buat kesalahan tetapi harus menjadi role model (menjadi contoh dalam berperilaku dalam angkatannya)
kemudian Terdakwa masuk ke dalam Toilet dan berdiri berhadapan dengan Korban dan para Saksi Taruna Tingkat I, kemudian karena Saksi I Kadek yang sudah berada di dalam Toilet sambil merokok mengetahui Terdakwa akan melakukan tindakan kepada Korban sehingga Saksi I Kadek menganjurkan dan menunjuk kepada Terdakwa agar Korban saja yang dilakukan tindakan oleh Terdakwa dengan mengatakan, “Ade gw ajah nih, Mayoret terpercaya” karena Saksi I Kadek pernah melihat Korban sebelumnya menerima tindakan berupa kekerasan fisik dari seniornya namun Korban tidak jatuh/ tumbang.
Kemudian karena Terdakwa mengetahui berdasarkan pengakuan Korban adalah yang paling kuat diantara 5 (lima) Saksi Tingkat I yang kena teguran, serta Terdakwa merasa aman, sebab Saksi Farhan telah menjadi postpit di depan pintu toilet untuk mengamankan sekitarnya dan juga Saksi I Kadek. Lalu Terdakwa menanyakan kepada korban dengan mengatakan, “siapa saya?” dijawab oleh Korban, “Tegar Ragi Sanjaya ”, kemudian Terdakwa melakukan pemukulan dengan tangan kanan mengepal ke arah dada mengenai ulu hati Korban sebanyak 5 (lima) kali, padahal sebelum Terdakwa melakukan pemukulan kepada Korban, Terdakwa bersama-sama dengan Saksi Farhan dan Saksi I Kadek juga Taruna/I STIP lainnya mengetahui adanya aturan terkait larangan melakukan segala bentuk tindakan pemukulan, penganiayaan dan atau tindakan kekerasan lainnya di lingkungan STIP Jakarta yang diatur dalam Pertibtar dan Terdakwa bersama dengan Taruna/I STIP lainnya juga sudah menandatangai kesepakatan Program Anti Kekerasan (Zero Violence) dalam sepanduk besar yang dipasang di lapangan apel STIP Jakarta yang bisa dilihat setiap hari oleh para Taruna/I STIP Jakarta yang bertuliskan, “Tidak Ada Toleransi Untuk Tindak Kekerasan” tetapi Terdakwa Tegar bersama-sama dengan Saksi Farhan tetap melakukan/ menghendaki kekerasan fisik berupa pemukulan kepada Korban Putu Satria AnantaTusyika (alm) di lingkungan STIP Jakarta.
Setelah Terdakwa memukul Korban sebanyak 5 (lima) kali ternyata Korban tidak langsung jatuh, sehingga Saksi Wulyam mengapresiasi kepada Korban dengan mengatakan, “mantap gak parade rest”, karena biasanya jika seseorang mengalami Tindakan berupa pemukulan di dada langsung PARADE REST (bergeser posisi atau tumbang atau istirahat ditempat) namun tidak pada Korban setelah menerima 5 (lima) kali pukulan dari Terdakwa, kemudian Terdakwa memastikan kondisi korban setelah terkena pukulan dari Terdakwa dengan mengatakan kepada Korban, “Aman” lalu baru selangkah Terdakwa hendak meninggalkan Korban, Korban langsung jatuh dan ditahan oleh Saksi I Gede Angga Wiguna kemudian para Saksi Taruna Tingkat I Korban lainnya disuruh keluar dari Toilet untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya dan Terdakwa berusaha menyadarkan Korban dengan memasukan tangan kanannya kedalam mulut Korban agar gigi Korban tidak menggigit lidah Korban begitu juga dengan Saksi Taruna Tingkat II yang masih berada dalam Toilet berupaya dengan segala cara untuk menolong Korban.
Berdasarkan Visum et Repertum (VeR) yang ditandatangani oleh Ahli yaitu dr. Farah P. Kaurow Sp.F.M dan dr. Asri M. Pralebda Sp.F.M dokter spesialis forensik dan medikolegal pada RS.Bhayangkara Tk.1 Pusdokkes Polri tanggal 31 Mei 2024 Jenazah An. Putu Satria Anantara Rustika Nomor R/009/Sk.B/V/2024 tanggal 31 Mei 2024 yang dilakukan oleh Dokter Pemeriksa Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Bhayangkara Tk. I Pusdokkes Polri menyatakan dalam kesimpulannya sebagai berikut:Telah dilakukan pemeriksaan terhadap jenazah seorang laki-laki berusia delapan belas tahun dan bergolongan darah “B”.
Pada pemeriksaan ditemukan luka-luka lecet disertai memar pada bibir, memar pada dada disertai resapan darah minimal pada otot dada, serta luka lecet pada perut dan memar-memar pada anggota gerak atas akibat kekerasan tumpul. Ditemukan juga memar pada jaringan paru disertai lembab hebat pada kedua organ paru dan tanda-tanda perbendungan. Sebab mati orang ini sesuai dengan adanya kekerasan tumpul pada daerah mulut yang menimbulkan tersumbatnya jalan nafas disertai memar jaringan paru yang menimbulkan gangguan fungsi pernafasan berat sehingga mengakibatkan mati lemas.
JPU menjelaskan bahwa Terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Atmaja telah melakukan pemukulan dengan tangan kanan mengepal ke arah dada mengenai ulu hati Korban Putu Satria Ananta Rustika (alm) sebanyak 5 (lima) kali sehingga mengakibatkan korban meninggal dunia.
Atas perbuatan terdakwa Tegar Rafi Sanjaya Bin Alm Surya Atma diancam pidana sebagaimana Pasal 351 ayat (3) KUHPidana Jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Perbuatan para terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-2 KUHP.
Sebelumnya dalam Perkara yang sama Terdakwa lainnya Yaitu Terdakwa Farhan Abubakar dan Terdakwa Kader Adrian Kusuma Negara, yang turut serta dan saksi dalam kekerasan tersebut sudah disidangkan secara split. Butet